Oleh: M. Syarbani Haira. Pekerja sosial, dan pernah aktif di PMII Cabang Yogyakarta.
Saat weekend Sabtu 17 September 2022 kemarin, jadwal saya tak kemana-mana. Seperti biasa, saya hanya buka-buka short message, membaca buku, juga menulis. Salah satu buku yang saya baca adalah karangan mendiang Dr Bernandius Herry Priyono tentang Filsafat Politik and What It Is All About. Doktor lulusan London ini panjang lebar memaparkan filsafat politik, mulai teori Thomas Hobbes, John Rawls, Amartya Sin, dan sebagainya. Ia juga panjang lebar mengupas tentang Otoritas Negara dan Kebebasan Warga, Demokrasi, Keadilan, dan lainnya.
Tetapi saat menelaah buku tersebut, pintu rumah saya diketuk. saya buka, ternyata seorang mahasiswa Universitas NU Kalsel sedang berdiri tegak di depan pintu. Seraya menyerahkan surat dengan amplop berlogo PWNU Kalimantan Selatan, saya diminta menandatangani surat tanda terima. Habis itu yang bersangkutan langsung pergi, dan saya pun membuka amplop yang baru saya terima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Batin saya bertanya heran, “Tumben, kok ada surat undangan dari PWNU Kalsel?.” Karena selama ini belum pernah dapat surat. Surat tertanggal 7 September 2022 itu rupanya undangan Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil) NU Kalimantan Selatan, yang akan dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 20 September 2022 nanti.
Tertulis, ada 9 lembar lampiran. Tetapi yang ada cuma 3 lembar, masing-masing informasi nama-nama pendiri Universitas NU Kalsel, dan 2 lembar lainnya rundown kegiatan. Tema Mukerwilnya cukup menggelar, “Revitalisasi Kelembagaan Menuju Satu Abad Pengkhidmatan Organisasi dalam Merawat Jagat Membangun Peradaban.”
Namun jika dilihat dari sisi acara, setidaknya ada 3 babak. pertama, rapat pleno diperluas, sepertinya ada hidden agenda terkait Universitas NU Kalsel. Kedua, pembukaan Muskerwil oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. Ketiga, MoU dengan BPN dan malamnya dari pukul 20.00 hingga 23.00 wita pembahasan program kerja PWNU, Lembaga, dan Banom. Ada yang aneh, esok harinya dari pukul 08.00 hingga 11.00 wita, agenda keorganisasian yang diisi oleh forum syuriah, bahtsul masail, dan lailatul ijtima, habis itu penutup.
Tema yang Menggelegar
Saya tak tahu persis, apakah Ketua PWNU Kalsel Dr KH Hasib Salim, yang juga anggota DPRD Kalsel dari Fraksi PDIP, saat akan menanda-tangani surat tersebut membaca baik-baik isi undangannya, jika tidak membaca karena scan misalnya, ya bisa saja tidak. Masalahnya, substansi surat tersebut sangat fatal. Tema yang menggelegar, tetapi materi tak menyambung. Isinya hanya MoU dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang berupaya menyelesaikan masalah asset. Ini pun juga sudah tak relevan lagi, karena pembicaraan dengan pihak BPN itu sudah lama, sudah sejak era kepemimpinan Drs KH Abdul Haris Makkie.
Sebenarnya, yang harus diselesaikan PWNU Kalsel hari ini adalah penyelesaian sertifikat tanah sekretariat NU di Jalan Hasanuddin yang sampai hari ini masih terkatung-katung, juga bangunan sekretariat yang tak ada kemajuan. Istilah tokoh NU Banua, almarhum Prof Haji Abidin, ‘maju tak jalan.’ Itu sebabnya sampai hari ini PWNU Kalsel tak punya kantor, hanya nebeng di kampus Universitas NU Kalsel. Padahal Universitas NU Kalsel saja masih kekurangan ruangan kuliah, kantor, dan sebagainya.
Kemudian acara Mukerwil itu sendiri cuma diisi pembahasan program kerja PWNU, Lembaga, dan Banom. Materinya apa, tak ada, memang ironis, terus, buat apa Mukerwil, apalagi masa kepengurusannya segera berakhir.
Jika mengikuti Konferwil 5 tahun lalu, pada bulan Desember 2017. Artinya, konferwil harusnya dilaksanakan Desember 2022 ini. Itu tidak ada juga agenda besarnya. Bentuklah panitia, bukan Mukerwil. Seharusnya mengerti dalam Anggaran Dasar NU hasil Muktamar Lampung akhir 2021 lalu menyebutkan, Musyawarah Kerja Wilayah itu membicarakan pelaksanaan kegiatan hasil Konferwil, dan mengkaji perkembangan ke depan (Pasal 79 ayat 2). Namun acara Mukerwil besok malah khusus membahas Universitas NU Kalsel, selain MoU dengan BPN, serta pembahasan keorganisasian seperti bahtsul masail, lailatul ijtima’. Ini faham NU nggak sih yang nyusun agenda?.
Jadi di mana “Revitalisasi Kelembagaan Menuju Satu Abad Pengkhidmatan Organisasi dalam Merawat Jagat Membangun Peradaban.” Ini tema yang sangat hebat, futuristic, genuine, dan brilliant. Beda jika event ini misal mengundang tokoh NU yang excelent akademik. Sekadar menyebut 2 nama, misal Rektor UIN Antasari Prof Mujiburrahman (mantan aktivis PMII), atau Rektor ULM Prof Sutarto Hadi (Ketua LPT NU Kalsel), tentu nuansanya menjadi relevan. Jadi bisa disimpulkan jika event Mukerwil ini hanya sekadar menutupi minimnya karya dan aktivitas sebagai pemimpin NU di Banua ini.
Inilah yang pernah saya kritik dalam tulisan saya sebelumnya, karena Ketua PWNU Kalsel sangat sibuk dengan tugas partai, pun sekretarisnya. Hajatnya luar biasa bagus, yakni revitalisasi kelembagaan buat membangun peradaban, tetapi langkah dan pemikirannya masih banyak yang harus disadari sebagai sebuah kenyataan, yang tersandung di perjalanan.
Motivasi Mengarah ke Universitas NU Kalsel
Pada awalnya, saat PBNU memberikan amanah pada Hasib Salim ini menjadi Ketua Tanfidziah PWNU Kalsel, PAW (Pengganti Antar Waktu) dari Ketua Tanfidziah mandataris Konferwil PWNU Kalsel Desember 2017, Abdul Haris Makkie, saya optimistis dan mensupportnya. Tentu, asal ada kebersamaan, saling mengisi, saling berbagi, bahkan saling mengkoreksi. Tetapi karena koreksi saya direspon dengan baper, saya lantas disebut-sebut tak boleh rangkap jabatan. disuruh memilih antara PWNU dan PBNU. Tak hanya itu, dalam masalah Universitas NU Kalsel saya secara langsung dikatakan ‘tak usah ikut ngurus.’ Ini persis sesuai pesan Ketua BPP Karjani.
Kata mereka, selain tak ada jabatan di kampus, juga tak punya NIDN. Akibatnya saya tak lagi mengajar. Ketua Senat saja sengaja diambil, dalam bentuk rekayasa seolah habis masa jabatan. Jadi mungkin hanya terjadi di Universitas NU Kalsel, ada pendiri kampus tak boleh mengajar, dengan alasan tak punya NIDN. Rasa baper inilah yang membuat relasi saya dengan teman-teman elite NU Kalsel kini menjadi tak harmonis.
Terkait rangkap jabatan, sesungguhnya para elite NU Kalsel sendiri seperti tak menyadari dirinya sendiri. ART NU hasil Muktamar Lampung tahun 2021, Bab XVI mengatur rangkap jabatan. Pasal 51 ayat 1, ayat 4 dan 5 jelas sekali, tak perlu tafsir, pengurus harian jam’iyah NU tak bisa dijabat dengan lembaga politik, seperti partai politik atau wakil rakyat (DPR atau DPRD).
Sahabat Dr KH Fauzan Shaleh secara luar biasa berkenan mundur dari Ketua PCNU Kabupaten Banjar saat akan mencalonkan diri menjadi Bupati di Kabupaten Banjar. Ini kemudian diikuti Abdul Haris Makkie saat akan mencalonkan diri menjadi Walikota Banjarmasin. Jadi dalam hal ini, siapa sesungguhnya yang rangkap jabatan, yang melanggar AD/ART NU?.
Nampaknya Mukerwil ini sengaja mereka kondisikan, dengan manfaatkan konflik yang sedang terjadi di dalam kampus Universitas NU Kalsel. Ketua PWNU Kalsel bersama Ketua BPP Universitas NU Kalsel berkonspirasi untuk mempesona non-gratakan saya dari kampus yang semua orang tahu siapa penggagas dan pendirinya. Hajat ini sudah sesuai dengan hajatnya Ketua BPP Universitas NU Kalsel Saudara Karjani yang telah membuat surat pernyataan bersama dengan sejumlah pejabat di lingkungan kampus, agar saya tak boleh ikut-ikutan mengurus Universitas NU Kalsel. Surat tersebut mereka buat Februari 2022 lalu, dan telah mereka antar ke PBNU. Ketua BPP diuntungkan dengan kejadian ini, sehingga kasusnya menjadi tertutupi.
Sesungguhnya saya tak patek’an tanpa Universitas NU Kalsel itu. Saya sudah legowo menyerahkan kepemimpinan BPP pertengahan tahun 2020. Masalahnya, justru pasca itu, muncul problem, keuangan kampus bobol. Pelakunya sudah terdeteksi, tinggal mengembangkan. Tetapi ada gosip buruk, orang yang berkomitmen menjaga marwah kampus ini, justru ingin dikorbankan, dengan gosip dan isu fitnah. Maka itu saya tegas, solusi terbaiknya adalah agar audit menyeluruh kampus milik NU itu. Polisi juga kita persilahkan melakukan pemeriksaan, biar terbuka terang benderang siapa saja aktornya. Tetapi saat rapat PWNU Kalsel di sebuah hotel setelah lebaran lalu, elite NU Kalsel tidak setuju. Entah kenapa.
Event Mukerwil dengan agenda khusus membahas Universitas NU Kalsel menjadi tanda tanya. Di tengah PWNU Kalsel yang tak punya karya dan kiprah nyata, rapat membahas Universitas NU Kalsel setahuku sudah berkali-kali dilakukan. Beberapa kali di gedung Dakwah NU Kalsel, satu kali di Hotel Aston, dan kini (Selasa besok) di Hotel Delima. Kok sampai berkali-kali?, ini patut dipertanyakan, ada apa?.
Sementara PWNU Kalsel kok aneh, bersuara lantang agar tak perlu dilakukan audit publik, bahkan berharap agar pihak kepolisian tak harus meneruskan melakukan periksaan. Ada apa?.
Terkait ini semua, saya jadi teringat era nyantri di kota budaya, Yogyakarta. Kami diberikan mata kuliah filsafat. Materinya logika dan algoritma. Logika dan algoritma merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Keduanya saling berkaitan. Logika adalah bentuk penalaran, dan pemikiran. Sedang algoritma urutan dari suatu barisan langkah untuk menyelesaikan suatu masalah. Sepertinya pola pikir dan pola kerja elite NU Kalsel saat ini tak setuju dengan rumus ini. Mungkin juga mereka belum pernah membaca buku ilmuan Arab, Abu Ja’far Muhammad Ibnu Musa Al Khawarizmi, menulis buku “Al Jabar wal Muqabala.” Juga mungkin tak pernah tahu tentang filsafat Yunani tentang “Logos.” Sebab jika algoritma mereka dalam ber-NU linier, harusnya sangat familiar dengan istilah-istilah tawasuth, tasamuh, dan tawazun. Tak akan ada paradoksal, berbeda dan berseberangan.
Memperhatikan event-event yang digarap PWNU Kalsel sejak tahun kemarin, hingga hari ini, meski berkali-kali dilakukan, ibarat drama, terbagi dalam dua babakan. Pertama, masalah asset dan kesekretariatan. Pembahasannya sejak awal mereka menerima tongkat estafet kepemimpinan PWNU Kalsel, PAW dari mandataris hasil konferwil Desember 2017.
Kedua, sejak awal tahun 2022 ini, petanya bergeser, seputar Universitas NU Kalsel. Namun semuanya masih dalam wacana, harus begini dan harus begitu. Karena sejujurnya, belum ada langkah konkrit, misalnya menyelesaikan asset dan membangun gedung sekretariat di Jalan Hasanuddin HM, atau menambah bangunan baru perkuliahan di Universitas NU Kalsel, atau mengupayakan akreditasi program studi. Ini setali tiga uang dengan pihak badan pengelola, yang menurutnya urusan kampus biar diurusi oleh rektor saja. Wallahu’alam bissawab.