Penulis: Syaipul Adhar, ME. Teman Sekolah, Ketua Relawan Rumah Kerja Jokowi Amin (Rumker) Kalsel
Pasca kedatangan Presiden Jokowi meresmikan pabrik biodiesel B30 PT Jhonlin Group milik pengusaha Batulicin, Haji Andi Syamsudin Arsyad (21/10), berita dan opini mengalir seolah hujan tak bertepi, deras mengupas siapa dan mengapa seorang Presiden berhadir meresmikan proyek swasta terbesar yang lokasinya justru bukan di pulau jawa. Lokasi favorit pebisnis dengan insentif yang berlimpah.
Berpendapat soal lokasi saja bisa debatable dan berpotensi bias, apalagi berfokus pada framing berita yang lebih banyak mengupas subjek personal, tidak bicara objek, tujuan dan komitment manfaat.
Bagi seorang Jokowi, meresmikan proyek bisnis, apalagi pabrik yang padat modal, sekaligus padat karya, ditengah kondisi ekonomi yang dierang badai pandemik adalah keharusan dan komitment kepemimpinan. Bayangkan ditengah banyaknya pabrik ditutup dan PHK semakin besar, ada pengusaha yang berani mengambil resiko dengan membuka pusat industri baru di luar pulau jawa, persis berdekatan dengan pusat pertumbuhan Ibukota baru Indonesia di Kalimantan timur.
Program Bahan Bakar Nabati (BBN) B20 B30 hingga B100 sendiri adalah program mandatori pemerintah, hal wajib dalam rangka mengurangi ketergantungan impor minyak mentah non nabati selain komitment menjaga lingkungan yang hijau sejak Januari 2016 melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.
Jikapun presiden butuh alasan, jawaban diatas sudahlah cukup, dan jika akhirnya harus memotret kedekatan personal kemudian mengaitkan seorang Haji Isam yang notabene adalah salah satu timses Jokowi Ma’ruf yang sering disebut namanya tetapi tidak pernah muncul ke publik, itupun sudah cukup menjelaskan, bahwa beliau tidak pernah berharap sesuatu ala timses setelah pemilu dimenangkan. Apalagi sekedar menuduh bagian dari oligarki kekuasaan yang tidak pernah dimintanya berbagi untuk seorang yang ikhlas mendorong pemimpin yang harus dimenangkan rakyat, itu adalah tuduhan yang kejam sekaligus tidak berdasar.
Tentu bagi negara ini adalah cara negara hadir mengapresiasi kinerja bisnis yang mampu tumbuh tanpa menggunakan anggaran negara sedikitpun, murni B to B, proyek strategis nasional pula. Maka seorang Presiden wajib mendukung dan menjaga ekosistem bisnis yang sama kepada siapa saja dan oleh siapa saja, ini komitment kita sebagai negara maju.
Jalan sunyi yang sering dilakukan seorang HI (Haji Isam) bukanlah hal yang dibuat-buat, begitulah, apa adanya beliau dimata orang yang mengenalnya lebih dalam. Termasuk tangan dinginnya membesarkan Jhonlin Group seperti sekarang ini.
Bagi kota Batulicin, tidak sedikit kiprah yang dilakukan HI, Jiwa filantropis dan kedermawanannya sudah tidak terbantahkan. Ribuan guru, teman sekolah diumrohkan, Ikon kota seperti masjid dibangun megah, apalagi perkantoran Jhonlin yang menjadi land mark perkantoran yang modern dan bervisi jauh ke depan namun jauh dari Jakarta, jelas sesuatu yang butuh komitment. Itu hanya beberapa, tidak semua harus dijabarkan.
Efek multiplier dengan adanya pabrik di lokasi penghasil, jelas sangat feasible secara bisnis. Tidak usah bicara berapa banyaknya tenaga kerja yang bakal terserap, ini sudah otomatis bonus yang akan diterima orang banyak.
jika membangun pabrik di luar jawa jelas hanya bisa lahir dari kematangan konsep dan visi bekerja. Selain soal keberpihakan investasi lokal. Gerak senyap seorang HI bisa jadi mengejutkan pebisnis yang malas mengambil resiko, membangun pabrik hilirisasi apalagi mendukung program pemerintah bisa jadi bukanlah tindakan populis bagi owner lain. Seperti adagium ‘Mau cuan besar jangan jauh dari Jakarta’.
Terobosan yang jarang diungkap adalah kantor pusat Jhonlin Group tidaklah di Jakarta tapi di pesisir Kalimantan. Outlook plan bisnis ini, jauh sebelum ibukota negara baru dipastikan di Kalimamtan Timur. Maka sesekali berkunjunglah ke sana dan kalian akan menemukan jawabannya.
Selain itu, Jhonlin mampu menempatkan para professional dalam elit manajemen perusahaan, murni kapabilitas, bukan subjektifitas owner semata, dan ditopang oleh kinerja oleh beberapa anak perusahan di semua sektor yang saling terkoneksi.
Hilirisasi pembangunan pabrik biodiesel perhari ini adalah jawaban dari mulai langkanya BBM di negara kita bahkan beberapa negara maju menyatakan berada dalam badai krisis energi. Beruntunglah presiden dan pengusaha sudah sigap, bekerja bersama membangun ekonomi.
Jika mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut dari sepuluh orang kaya di Indonesia hanya terdapat satu yang beragama Islam, mungkin yang satu itu diantaranya adalah Haji Isam, tentu harus didukung dengan komitment yang kuat sebagai JK muda.
Beberapa skandal yang kemudian coba dihubungkan dengan Jhonlin tentu menjadi satu bagian dari bagian lain yang merupakan bagian kecil puzzle dari kapitalisasi modal yang sejatinya jauh lebih besar secara manfaat.
Dalam kaidah fiqh, orang baik dan berbuat baik terutama perkara wajib, harus berani muncul walau itu tidak mudah bagi mereka yang selalu tidak ingin pujian dan hanya ingin bekerja dalam sunyi, agar kita semua bisa menjadi saksi gugurnya kewajiban dan kebaikan.
Dengan kapabilitas diatas, bisa saja Sang HI tidak lagi memilih jalan sunyi, kemudian bertarung mengisi ruang kosong publik yang selama ini dihindarinya, mungkin di 2024? Tentu bukanlah anda apalagi saya yang akan menjawabnya. Biarlah Sang Haji dengan komitmennya yang sunyi akan menjawab ini.