JAKARTA, Goodnews.co.id – Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa sejumlah saksi dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina, salah satunya adalah mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Nicke Widyawati.
Sejak diumumkan sejumlah tersangka pertama kali pada 25 Februari 2025, jaksa belum merampungkan berkas perkara. Total sudah ada 9 tersangka korupsi Pertamina.
“NW selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2018–2024,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan resminya, Rabu (28/5/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nicke Widyawati sebelumnya sudah pernah diperiksa Kejagung dalam perkara korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina.
Sampai saat ini, dari 9 orang tersangka belum ada pejabat Holding Pertamina yang terseret. Penyidik baru menetapkan 6 pejabat di anak usaha Pertamina dan 3 orang swasta sebagai tersangka.
Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, dan Dirut PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi.
Kemudian, Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertaina Patra Niaga Maya Kusmaya, dan Edward Corne selaku Vice President Trading Operation Pertamina Patra Niaga.
Sementara itu, dari pihak swasta penyidik telah menetapkan anak bos minyak Muhammad Riza Chalid, Muhammad Kerry Ardianto, dan dua koleganya sebagai tersangka. Yakni Komisaris PT Navigator Khatulistiwa, PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati, Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede. Kerry merupakan pemilik saham PT Navigator Khatulistiwa.
Selain Nicke Widyawati, jaksa juga memeriksa 5 orang saksi lainnya. Dan dalam waktu dekat, sekitar 2 hingga 4 Juni 2025 penyidik Jampidsus juga menjadwalkan pemeriksaan sejumlah vendor Pertamina di Singapura. Pemeriksaan direncanakan akan dilakukan di Singapura.
Dalam kasus korupsi Pertamina penyidik menemukan sejumlah tindak pidana. Antara lain, adanya mark up harga sebesar 13 hingga 15 persen pada pengangkutan impor mentah dan adanya pemufakatan jahat dalam proses impor hingga pembelian BBM Ron 92, namun yang datang Ron 90 atau di bawahnya. (E)