JAKARTA, Goodnews.co.id – Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi pasang surut mengikuti perkembangan jaman. Namun, beberapa tahun terakhir, ekonomi Indonesia relatif cukup stabil meskipun gejolak eksternal menghantam dunia.
Kemajuan suatu negara dapat ditentukan dengan sejumlah indikator, salah satunya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah indikator yang menunjukkan aktivitas perekonomian dalam menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
PDB menjadi salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu. PDB dapat ditunjukkan dengan dasar harga berlaku maupun harga konstan.
Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat pertumbuhan PDB sejak 1961 hingga 2023 secara setahun penuh.
Pada masa Presiden Soeharto memimpin RI sejak 1966 hingga 1998. Pria berkelahiran di Yogyakarta ini menjadi presiden Indonesia selama lebih dari 30 tahun melalui enam kali Pemilu.
Di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer The Smiling General atau Sang Jenderal yang Tersenyum karena raut mukanya yang selalu tersenyum di muka pers dalam setiap acara resmi kenegaraan.
Sepanjang kepemimpinannya, pertumbuhan PDB tertinggi terjadi pada 1968, yakni sebesar 10,92% year on year. Angka ini merupakan pertumbuhan PDB tertinggi sepanjang sejarah hingga saat ini.
Pertumbuhan yang menakjubkan itu terjadi akibat investasi asing yang rela untuk menanamkan modalnya di Tanah Air, serta peran Indonesia sebagai eksportir minyak dunia.
Namun, ekonomi Indonesia juga pernah terpuruk ke jurang resesi paling dalam setelah terjadi Krisis Moneter 1997/1998. Di era Presiden Soeharto yakni kontraksi 13,13% pada 1998. Krisis Moneter Asia hingga membuat Indonesia harus berhutang ke Dana Internasional Moneter (IMF).
Selanjutnya pada masa Presiden B.J. Habibie yang sebelumnya menduduki jabatan wakil presiden di masa jabatan Presiden Soeharto. Ia memimpin negara Indonesia tanpa didampingi seorang wakil presiden.
Di masa kepemimpinannya, pertumbuhan ekonomi memang tidak berada dalam level yang tinggi bahkan cenderung rendah, mengingat pada saat itu terdapat peristiwa krisis keuangan 1998.
Indonesia pernah memiliki pengalaman kejatuhan rupiah hingga Rp17.000/US$ diikuti dengan kontraksi ekonomi Indonesia yang terpuruk sepanjang sejarah yakni terjadi pada 1998 sebesar -13,13% year on year.
B.J Habibie dengan berbagai kebijakannya telah membalikkan ekonomi RI dari yang terkontraksi menjadi tumbuh tipis 0,79% year on year pada tahun 1999.
Begitu pun dengan tingkat kemiskinan jadi 23,4% pada 1999, menurun dari 1998 yang mencapai 24,2%. Ketimpangan atau gini ratio pada 1998-1999 sebesar 0,3.
Sementara pada masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sepanjang kepemimpinannya, Gus Dur tidak terlalu fokus kepada pertumbuhan ekonomi, melainkan kesetaraan ekonomi (economic equality).
Dilansir dari NU Online, beberapa kebijakan Gus Dur yang mencerminkan orientasi pemerataan ekonomi yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program ini mencakup pengembangan infrastruktur, pelatihan keterampilan, dan dukungan untuk usaha mikro.
Alhasil pertumbuhan ekonomi pada 2000 dan 2001 tercatat hanya sebesar 4,92% dan 3,6% year on year.
Kemudian, masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Presiden Megawati Soekarnoputri diangkat dari kursi wakil presiden menjadi presiden.
Ia terpilih presiden pada 23 Juli 2001 untuk menggantikan posisi mantan presiden Abdurrahman Wahid, Wakil presiden yang mendampinginya adalah Hamzah Haz.
Hal yang jelas terlihat di masa kepemimpinannya adalah melandainya angka inflasi dari 13% menjadi 6%.
Megawati Soekarnoputri mampu mengelola anggaran negara yang kala itu masih terbatas. Pemasukan negara dari pajak sukses digenjot dengan surplus penerimaan pajak Rp1,7 triliun (2001) dan Rp180 triliun (2002).
Sedangkan dari sisi pertumbuhan ekonomi, tercatat pada 2002, 2003, dan 2004, pertumbuhan ekonomi Indonesia masing-masing sebesar 4,5%, 4,8%, dan 5% year on year.
Masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), presiden keenam Indonesia. Ia menjadi presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat.
Pertumbuhan ekonomi tertinggi tercatat pada 2011, yakni sebesar 6,5% year on year dengan rata-rata sebesar 5,79% (2005-2014).
Selama memimpin, SBY diuntungkan booming komoditas pada pertengahan 2000an yang ditopang oleh pertumbuhan double digit China.
Terakhir pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pertumbuhan ekonomi di era Presiden Jokowi relatif stabil dan tidak terlalu banyak berubah terkecuali pada saat pandemi Covid-19 (2020-2021).
Sementara pada 2022, Indonesia sangat diuntungkan dengan booming harga komoditas yang melambung tinggi akibat perang Rusia dan Ukraina.
Di tengah berbagai sentimen, khususnya dari eksternal selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tergolong relatif baik.
Tantangan tersebut antara lain pandemi Covid-19, gejolak geopolitik global, perang dagang dan berbagai ancaman krisis, serta perubahan iklim yang menimbulkan banyak bencana. Selama 10 tahun era Presiden Jokowi, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,2%. (E)