BANYUASIN, Goodnews.co.id – Tiga Gubernur raih Penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana Pembangunan dan Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI bidang Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana di daerahnya masing-masing.
Hadir Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin didampingi Menteri Kesehatan Budi Sadikin, Kepala BKKbN Pusat Hasto Wardoyo, Kepala BNPT, pada Peringatan Hari Keluarga Nasional ke-30 Tahun 2023 di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (06/07/2023).
Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor atau dikenal dengan sapaan Paman Birin, menerima penghargaan tanda kehormatan Satyalancana Wira Karya, disematkan di dada Paman Birin oleh Wapres Ma’ruf Amin, atas keberhasilannya dalam percepatan penurunan stunting di Kalimantan Selatan.
Wapres Ma’ruf Amin mengatakan, tingginya prevalensi stunting merupakan salah satu tanda masyarakat yang rapuh.
“Baik itu ditandai oleh tingginya prevalensi stunting maupun karakteristik kerapuhan lainnya, seperti sikap saling curiga, sulit bekerja sama, kurang memperjuangkan kejujuran, dan melapuknya nilai-nilai integritas, menjadi cermin dari keroposnya bangunan pada tingkat keluarga,” katanya.
Ia menitip peran aktif keluarga dalam membangun generasi masa depan yang bebas dari stunting.
Prevalensi stunting di Indonesia saat ini mencapai 21,6%, sementara pada 2024 prevalensi stunting ditargetkan turun menjadi 14%.
“Pada peringatan Hari Keluarga Nasional ke-30 ini, saya titip kepada seluruh keluarga Indonesia untuk terus memperkokoh peranan keluarga dalam mencetak generasi penerus yang bebas stunting, fisiknya, mentalnya maupun kehidupannya. Kelak mereka menjadi generasi yang mampu mengguncang dunia, seperti yang diucapkan oleh Presiden Sukarno,” ujarnya.
Dengan demikian, generasi muda Indonesia mampu menghasilkan karya dan prestasi yang mengguncangkan dunia. Pemuda hebat itu, katanya, tumbuh dari anak-anak yang diasuh dan dididik oleh keluarga.
Pernikahan dini juga harus dihindari karena dapat beresiko melahirkan anak stunting. Ia pun meminta setiap keluarga dapat memanfaatkan layanan posyandu dan puskesmas untuk memantau kesehatan ibu hamil dan perkembangan anak.
“Patut menjadi keprihatinan kita bersama, masih relatif tingginya angka pernikahan anak. Pernikahan anak mesti kita hindari karena lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya, termasuk berisiko lebih tinggi menghasilkan anak stunting,” ujarnya.
Konsekuensi stunting tak hanya soal tinggi badan melainkan juga soal kualitas hidup yang buruk. Tahun 2020 lalu sebanyak 6,3 juta balita Indonesia mengalami stunting.
“Dua puluh dua persen balita di seluruh dunia mengalami stunting. Jumlahnya diperkirakan lebih dari 149 juta balita. Dari jumlah tersebut, sekitar 6,3 juta balita stunting pada 2020 adalah balita Indonesia. Kita memahami konsekuensi dari stunting bukan semata persoalan tinggi badan, namun yang lebih buruk adalah dampaknya terhadap kualitas hidup individu akibat munculnya penyakit kronis, ketertinggalan dalam kecerdasan, dan kalah dalam persaingan,” ujarnya.
Ma’ruf mengatakan untuk pencegahan stunting harus mendapat perhatian secara dengan serius. Dia mengatakan keluarga menjadi aktor kunci dalam pencegahan stunting.
“Mengutip kalimat UNICEF ‘Anak stunting memiliki badan dan otak yang stunting. Anak stunting memiliki kehidupan yang stunting pula’. Dampak penuh dari stunting di masa kecil mungkin baru termanifestasi dalam waktu bertahun-tahun ke depan, dan sudah terlambat untuk diatasi,” kata Ma’ruf.
“Oleh sebab itu, kita mesti serius melakukan upaya menurunkan angka stunting di negara kita. Sekali lagi saya mengutip laporan UNICEF, stunting dapat terjadi akibat anak kekurangan gizi dalam dua tahun usianya, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan, dan sanitasi yang buruk. Keluarga menjadi aktor kunci dalam mengatasi sebab-sebab stunting tersebut,” tambahnya. (MAS)