TANAH BUMBU – Plt Kepala Dinas DPMPTSP Tanah Bumbu, Briyan Ajisoko, mengundang dinas teknis terkait kesiapan terhadap raperda yang diajukan ke DPRD Tanah Bumbu, yaitu penyelenggaraan Perizinan Berusaha.
“Makanya kita hari ini adakan rapat tentang pemantapan raperda tersebut dengan mengundang semua SKPD teknis.” ungkap Briyan Ajisoko ruang Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Tanah Bumbu.
Diantaranya Disnakertrans, DLH, DKUMPP, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, PUPR, Dishub, Dinas Pendidikan, Perikanan, dan lainnya sebagai upaya pemantapan terhadap raperda Penyelenggaraan Perizinan Berusaha.
Menurutnya, raperda Penyelenggaraan Perizinan Berusaha telah masuk pembahasan di DPRD, dan salah satu tujuan dari rapat yang dilakukan hari ini (Kamis) adalah penyamakan persepsi terhadap isi raperda Penyelenggaraan Perizinan Berusaha (24/3/2022).
Raparda ini berbeda dengan perda sebelumnya, raperda yang diajukan ke DPRD baru-baru ini adalah aturan perizinan berusaha yang mengklasifikasikan izin usaha berdasarkan tingkat risiko.
Klasifikasi tersebut adalah klasifikasi usaha risiko rendah, risiko sedang, dan risiko tinggi yang dinilai dari KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia).
Klasifikasi risiko rendah seperti usaha kecil atau usaha mikro kecil, Ajisoko menyebutkan kemudahan usaha risiko kecil ini cukup memiliki atau membuktikan dengan NIB (Nomor Induk Berusaha).
“Contoh lain usaha golongan risiko rendah adalah pabrik krupuk rumah tangga, budidaya ikan hias, kripik pisang, kripik pisah ini kan resikonya rendah,” katanya.
Klasifikasi risiko menengah, terbagi menjadi dua, yaitu menengah rendah dan menengah tinggi.
Menengah rendah cukup memiliki izin dengan NIB dan surat pernyataan mandiri yang diakui. sedangkan menengah tinggi, memiliki izin dengan NIB, surat pernyataan yang ada di sistem yang diverifikasi oleh pemerintah daerah, dalam hal ini pada SKPD teknis, atau DPMPTSP yang diteruskan ke SKPD teknis.
“Dan hari ini kita rapat, bertujuan untuk memantapkan hal ini, tugas-tugas dinas teknis dalam melakukan inspeksi atau verifikasi,” terang Ajisoko.
Klasifikasi terakhir, izin berusaha klasifikasi risiko tinggi, yaitu usaha yang harus memiliki NIB dan izin lain yang berkaitan dengan dampak dari usaha tersebut.
Online Singel Submission (OSS) yang menjadi Aplikasi untuk membuat izin secara online juga bertransformasi menjadi OSS berbasis risiko.
Menurut Ajisoko, prinsipnya usaha yang harus diinput ke data OSS harus memiliki AHU (Administrasi Hukum Umum) dulu melalui notaris.
Notaris akan mengajukan AHU ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia secara online, dan pengisian verifikasi data lainnya.
“Prinsipnya dengan adanya OSS ini semuanya dimudahkan,” tuturnya.
Sementara itu di kantor DPMPTSP sendiri menyediakan secara khusus loket untuk pendampingan dan bimbingan Pengisian aplikasi OSS. Disediakan 6 unit komputer khusus untuk belajar atau menginput data ke aplikasi OSS.
Kemudahan ini sebenarnya bisa dibandingkan antara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara eletronik atau OSS (Online Singel Submission) dengan PP Nomor 5 tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Salah satu kemudahannya, aplikasi ini bisa diakses setiap saat tanpa harus ke kantor perizinan, menginput dari rumah saja bisa selesai.
Kemudahan lainnya, juga terlihat pada jumlah jenis perizinan yang tidak terlalu banyak seperti dulu.
“Dulu ketika kita bikin izin usaha, kita diwajibkan punya izin dasar, mungkin tempat izin usaha, daftar perusahaan, mungkin domisili, dan sebagainya.” katanya.
Tapi sekarang semuanya diberikan kemudahan, banyak syarat-syarat usaha yang diringkas atau dikurangi.
“Tapi dengan adanya ini (PP 5/2021), banyak syarat dipangkas, sekarang cuma tiga itu tadi, pertama tata ruang, kedua lingkungan, ketiga bangunan gedung. persetujuannya seperti itu,” pungkasnya.
Tujuan utama penyelenggaraan perizinan berbasis risiko, meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha dengan penerbitan izin yang efektif dan sederhana. (MAS)