JAKARTA, Goodnews.co.id – Siapa yang tidak pernah mendengar istilah disrupsi? Apa yang sebenarnya dimaksud dengan disrupsi? Dan bagaimana kita bisa mengenali faktor-faktor yang memicu terjadinya disrupsi dalam kehidupan kita sehari-hari?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Web, disrupsi didefinisikan sebagai hal tercabut dari akarnya.
Istilah ini menggambarkan perubahan besar dalam industri, pasar, atau model bisnis secara signifikan dan mendalam, yang terjadi akibat munculnya inovasi, penggunaan teknologi baru, atau perubahan paradigma. Disrupsi mengacu pada inovasi atau cara-cara baru yang menggantikan metode lama.
Disrupsi mencakup berbagai aspek, termasuk pengenalan teknologi baru, perubahan fundamental dalam proses produksi atau distribusi, serta pergeseran perilaku konsumen.
Contoh klasik dari disrupsi adalah bagaimana internet dan teknologi digital telah mengubah berbagai industri, dari media dan hiburan hingga perdagangan dan transportasi.
Perubahan-perubahan ini tidak hanya memperkenalkan alat dan metode baru, tetapi juga mengubah cara orang bekerja, berbelanja, dan berkomunikasi.
Era disrupsi adalah masa dimana inovasi dan perubahan terjadi secara masif dan terus-menerus. Perubahan-perubahan ini seringkali bersifat fundamental, mengubah tatanan dan sistem yang telah ada dan berjalan selama bertahun-tahun.
Akibatnya, disrupsi sering kali dianggap sebagai pengganggu terhadap hal-hal yang sudah mapan. Namun, disrupsi juga membawa peluang baru bagi mereka yang mampu beradaptasi dan memanfaatkan perubahan ini. Dengan demikian, disrupsi menjadi kekuatan pendorong utama dalam perkembangan ekonomi dan sosial saat ini.
Dikutip dari buku Disrupsi dan Adaptasi, Bonus Demografi Menyongsong Indonesia Emas 2045 oleh Armansyah Muamar Haqi, teori disrupsi pertama kali diperkenalkan oleh Clayton M Christensen pada tahun 1997.
Menurut Clayton, disrupsi adalah perubahan besar yang menyebabkan perusahaan tidak lagi beroperasi seperti biasanya, melainkan berubah dengan cara-cara baru yang berbasis teknologi. Disrupsi ini dapat berupa transformasi dalam bentuk kewirausahaan dari sistem konvensional ke sistem baru yang berbasis teknologi, seperti start-up.
Dalam buku yang ditulis oleh Armansyah Muamar Haqi, terdapat enam poin utama yang menjelaskan konsep disrupsi yakni Inovasi sebagai Proses Kompleks, Model Bisnis Baru, Kesuksesan Tidak Dijamin karena banyak inovasi disruptif yang gagal mencapai dominasi pasar atau mengubah industri sepenuhnya, Adaptasi oleh Incumbent, Teknologi sebagai Penggerak untuk mencapai keberhasilan, dan Dampak Ekonomi.
Dengan memahami keenam poin ini, dapat dilihat bahwa disrupsi adalah fenomena yang kompleks dan multidimensional. Disrupsi menuntut perusahaan untuk berpikir kreatif dan strategis agar dapat bertahan dan berkembang di tengah perubahan yang cepat dan tak terduga.
Fenomena disrupsi yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor pendorong yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain.
Ada beberapa faktor utama yang mendorong terjadinya disrupsi seperti Faktor Teknologi, Perubahan Sosial dan Budaya, Regulasi dan Kebijakan, Faktor Persaingan Global, dan Perubahan Permintaan Pasar.
Secara keseluruhan, disrupsi adalah hasil dari interaksi kompleks antara berbagai faktor ini. Perusahaan yang mampu mengenali dan merespons faktor-faktor ini dengan cepat dan efektif akan memiliki keunggulan kompetitif di era disrupsi saat ini.
Fenomena disrupsi adalah perubahan besar dan signifikan yang dapat menyebabkan pergeseran nilai dan pola perilaku masyarakat. Perubahan yang besar ini tentu saja menimbulkan dampak yang luas, baik positif maupun negatif.
Dampak Positif dari Fenomena Disrupsi seperti Inovasi dan Kemajuan, Efisiensi dan Produktivitas, Akses dan Keterhubungan.
Sedangkan Dampak Negatif dari Fenomena Disrupsi diantaranya Keamanan dan Privasi, Perubahan Pekerjaan, Kerentanan Ekonomi, Ketimpangan dan Ketidaksetaraan.
Menghadapi era disrupsi membutuhkan sikap adaptif dan inovatif, terutama bagi industri yang ingin tetap kompetitif dan relevan. Mereka yang tidak mampu mengikuti perkembangan dan terus bertahan dengan cara-cara lama akan kesulitan bersaing di pasar yang dinamis ini. Perubahan pada era disrupsi ini sering digaungkan oleh kaum muda, mengingat mereka adalah calon pemimpin masa depan yang paling merasakan dampak dari era ini.
Ada eberapa tips yang bisa diterapkan untuk sikap yang tepat dalam menghadapi era disrupsi bagi industri, dikutip dari buku Holistik Soft Skills di Era Disrupsi Digital (2023) oleh Sucipta, dkk diantaranya Tidak Berhenti Berinovasi, Memanfaatkan Teknologi, Jangan Mudah Merasa Puas, dan Berorientasi pada Konsumen.