TANAH BUMBU, Goodnews.co.id – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tanah Bumbu bersama Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanah Bumbu menggelar Rapat Kerja terkait Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau Sertifikat Prona di ruang rapat DPRD Tanah Bumbu, Selasa (11/3/2025).
Dalam kesempataan tersebut, Ketua BPN Tanah Bumbu, Isa Widyatmoko, menjelaskan ada perbedaan antara Prona dan PTSL.
“Kalau PTSL itu satu desa didaftarkan secara lengkap keseluruhan, sertifikasinya yang berproses. Sedangkan Prona sifatnya Sporadik atau didaftarkan secara spot-spot, tidak satu desa didaftarkan lahannya,” jelas Isa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Isa Widyatmoko juga menjelaskan, PTSL Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT) yang perlu di sertifikatkan. Dalam prosesnya, pengukuran menggunakan foto drone yang menghasilkan foto tegak, kemudian bisa dilakukan secara digitasi atau pengukuran langsung, hingga satu desa itu bisa terukur dan terpetakan dengan harapan tidak ada overlap.
“Dengan terukurnya semua desa, maka data base kami terpenuhi. Yang bermasalah sebetulnya kan terbitan sertifikat tahun 2011 ke bawah, karena tidak menggunakan aplikasi. Tahun 2011 ke atas kami sudah menggunakan aplikasi, jika ada indikasi tertumpang lima persen saja maka proses sertifikat tidak bisa dilaksanakan,” tambahnya.
Sementara itu, untuk penerbitan PTSL SHAT pengukurannya menggunakan foto tegak, dan tiap tahun luasan atau persilnya tidak sama, namun menyebar di tiap desa.
”Pada tahun 2024 lalu, kami mendapat kuota atau target sebanyak 5.000 bidang tanah dan telah selesai semua. Sementara untuk tahun 2025, target 3.000 bidang, namun karena adanya program efisiensi menjadi 1.340 bidang,” kata Isa.
Pelayanan pertanahan sudah menggunakan sistem elektronik sejak 1 Juli 2024, bahkan produknya sudah elektronik hanya satu lembar saja, tidak seperti sertifikat dahulu ada beberapa buku.
Dalam kesempatan tersebut, anggota DPRD yang hadir menyampaikan beberapa permasalahan yang terjadi di masyarakat. Seperti adanya klaim antara pemilik tanah yang memegang sertifikat namun belum masuk aplikasi online di data base BPN dengan pemilik tanah yang memegang SKT.
Menanggapi hal ini, Isa Widyatmoko menjelaskan, sertifikat tersebut tetap sah selama belum ada putusan dari Pengadilan yang mengatakan tidak sah.
Meskipun tidak terdata secara online, namun buku tanah aslinya ada di BPN, yang mereka pegang hanya berupa salinan saja, jadi jika hilang bisa dilakukan penerbitan ulang salinannya. (E)